Kabupaten Batanghari yang bersemboyan “Serentak Bak Regam” ternyata memiliki usia yang lebih tua daripada Provinsi Jambi yang bersemboyankan “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”, hal yang cukup unik, namun memang demikian adanya. Provinsi Jambi dibentuk pada tahun 1957 dengan Undang-undang Darurat No 19 Tahun 1957 bersamaan dengan pembentukan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Sedangkan Kabupaten Batanghari dibentuk pada 1 Desember 1948 melalui Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi No 81/Kom/U tanggal 30 Nopember 1948 dengan pusat pemerintahan di Jambi (sekarang Kota Jambi).
Pada masa pemerintahan bupati pertama yakni Bupati Nurdin (1950-1952) kawasan Batanghari masih belum memiliki otonomi dan kedudukan pusat pemerintahan daerah secara pasti. Demikian pula saat kepemimpinan M Djamin Datuk Bagindo (1952-1953) memegang tampuk kepemimpinan dilanjutkan Abdul Manap selaku bupati ketiga (1953-1954). Walaupun demikian bukan berarti pembangunan di kawasan ini belum berjalan. Secara perlahan tapi pasti ketiga bupati tersebut merupakan cikal bakal pemimpin-pemimpin kawasan daerah Batanghari dalam hal memperbaiki mekanisme pemerintahan daerah serta mewujudkan berbagai aspek pembangunan yang mulai dirintis sebagaiLangkah awal menuju pembangunan berikutnya.
Memasuki kepemimpinan Maddolangeng sebagai bupati keempat (1954-1956), kawasan Batanghari baru terbentuk sebagai Daerah Kabupaten Tingkat II pada tahun 1956 berdasarkan UU Nomor 12 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Sumatera Tengah, dan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1956. Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh Bupati R Sunarto (1956-1957) dalam gemuruh dan derap pembangunan yang mulai melangkah setapak demi setapak di kawasan agraris tersebut.
Setelah terbentuknya Provinsi Jambi, Kabupaten Batanghari dikukuhkan sebagai bagian dari Provinsi Jambi dengan UU Nomor 81 tahun 1958 atau tepatnya pada masa Bupati Ali Sudin (1957-1958). Kegiatan pusat pemerintahan mengalami perpindahan, dikarenakan terjadinya perpindahan pusat administrasi yang menjadikan Kota Jambi sebagai pusat pemerintahan provinsi. Memasuki masa kepemimpinan Bupati H Bakri Sulaiman (1958-1966) terjadi berbagai perubahan otoritas pemerintahan. Pada tahun 1963, pusat administrasi Pemerintah Daerah dipindahkan ke Kenali Asam (10 km dari Kota Jambi).
Dan pada tahun 1965 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1965, Batanghari dimekarkan menjadi 2 (dua) Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Batanghari yang beribukota Kenali Asam dan Kabupaten Tanjung Jabung dengan ibukota Kuala Tungkal. Ketika kepemimpinan dipegang oleh Rd Suhur (1968-1979) yang menggantikan Drs HZ Muchtar SM (1966-1968) secara perlahan kawasan ini terus membangun, berbenah diri mengaktualisasikan keberadaannya sebagai kawasan yang memiliki peranan dan fungsi penting dalam Provinsi Jambi. Kenali Asam sebagai ibukota dirasakan kurang dapat menampung perkembangan dan lain sebagainya, maka Pemerintah Derah Tingkat II Kabupaten Batanghari bersepakat mengusulkan pemindahan ibukota kabupaten ke Pijoan (24 Km dari kota Jambi).
Hal ini oleh pemerintah daerah sekaligus dibarengi dengan persiapan-persiapan antara lain membangun gedung perkantoran. Status pusat otonomi yang masih mengambang antara Kenali Asam dan Pijoan menimbulkan kesepakatan baru yaitu memilih, memindahkan dan menetapkan Muara Bulian yang berjarak 63 km dari Kota Jambi sebagai pusat administratif Kabupaten Batanghari dan disahkan dengan UU Nomor 12 tahun 1979 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud tanggal 21 Juli 1979 di Muara Bulian. Dengan demikian sejak saat itu Kota Muara Bulian resmi menjadi ibukota Kabupaten Batanghari sampai saat ini.
Perkembangan selanjutnya saat Kabupaten Batanghari dipimpin HM Saman Chatib SH (1991-2001) yang menggantikan pendahulunya H Hasip Kalimudin Syam (1981-1991) sejalan dengan era reformasi dan tuntutan otonomi daerah, kabupaten yang dibelah aliran Sungai Batanghari ini dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Batanghari dengan ibukota Muara Bulian dan Kabupaten Muarojambi yang beribukotakan Sengeti berdasarkan UU Nomor 54 tahun 1999. Kendati secara historis belum diketahui secara pasti, namun secara formal tanggal 1 Desember 1948 ditetapkan sebagai Hari Jadi Batanghari sesuai Perda Nomor 20 tahun 1993 meskipun dalam beberapa tahun sebelumnya hari jadinya dirayakan setiap tanggal 28 Maret sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 5 tahun 1978.
Bumi Serentak Bak Regam sampai dengan usianya yang menginjak 58 tahun tercatat sudah 15 orang yang pernah memimpin daerah ini. Pada tahun 2001-2006, Kabupaten Batanghari dipimpin oleh H Abdul Fattah SH dengan Wakil Bupati Ir Syahirsah SY. Untuk bupati pertama yang langsung dipilih oleh rakyat pada Pemilukada Batanghari tahun 2005, pasangan yang memenangkan pertarungan yaitu Ir Syahirsah SY sebagai Bupati dan H Ardian Faisal SE Msi sebagai wakil Bupati. Setelah ditetapkan KPUD Batanghari sebagai pemenang pasangan ini memimpin Batanghari priode 2006-2011.
Pada Pemilukada Batanghari tahun 2010, H Abdul Fattah SH yang menggandeng Sinwan SH sebagai wakil Bupati berhasil memenangkan hasil Pemilukada.
Meskipun pasangan ini sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi namun tidak merubah hasil penetapan KPUD. Pasangan ini resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati untuk periode 2011-2016. Dalam perkembangannya, sejalan dengan era reformasi dan tuntutan Otonomi Daerah, kabupaten yang dibelah Sungai Batanghari ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999, kembali dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Batang Hari dengan ibukota Muara Bulian dan Muarojambi ibukotanya di Sengeti. Kabupaten Batanghari terdiri dari 8 kecamatan yaitu Kecamatan Mersam, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kecamatan Batin XXIV, Kecamatan Muara Tembesi, Kecamatan Muara Bulian, Kecamatan Pemayung Kecamatan Maro Sebo Ilir dan Kecamatan Bajubang.
Sumber : Data Pemkab Kerinci
Sumber : Data Pemkab Kerinci
Post a Comment