Headlines News :
Home » , , » PERJUANGAN RADEN MAT TAHIR DALAM MENENTANG KOLONIALISME DI JAMBI

PERJUANGAN RADEN MAT TAHIR DALAM MENENTANG KOLONIALISME DI JAMBI

Written By Sepriano, M.Kom. on Wednesday, 25 June 2014 | 19:49

Salah seorang panglima perang Jambi yang sangat terkenal dan ditakuti Belanda adalah Raden Mat Tahir. Osman Situmorang (1973) dalam Skripsinya Raden Mattahir Pahlawan Jambi, menuliskan nama asli Raden Mat Tahir ialah Raden Mohammad Tahir. Raden Mohammad Tahir sering dipanggil masyarakat sebagai Raden Mat Tahir. Masyarakat Jambi biasa menambah nama orang terkenal, pintar, cerdik dengan gelarannya yang baru, misalnya Mat Keriting, Mat Belut, Mat Itam, dll. Penulisan nama Raden Mat Tahir menurut berbagai sumber dijumpai banyak macam antara lain adalah sebagai berikut :
  • G.J. Velds, dalam De Onderwerping van Djambi in 1901-1907, menuliskan Raden Mat Tahir sebagai Raden Mat Tahir dan atau Mat Tahir.
  • Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi Raden Mattaher Panglima Sultan Thaha, menuliskan Raden Mat Tahir sebagai Raden Mat Tahir.
  • Keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Tingkat II Kotapradja Djambi, Nomor 4/DPRD-GR/63, tentang Penetapan Nama-Nama Djalan Dalam Kotapradja Djambi, tanggal 1 Djuli 1963, memutuskan bahwa terhitung sejak tanggal keputusan ini “Djalan Batanghari, dari Sp. III Djl. Kartini s/d sebelah ilir Djembatan Sei. Asam, sebagai jalan lama dengan nama Djalan Batanghari diganti dengan nama baru yakni jalan R.M.Tahir”.
  • Osman Situmorang (1973) dalam Skripsinya Raden Mattahir Pahlawan Jambi, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Jambi, menuliskan nama Raden Mat Tahir sebagai Raden Mattahir.
  • Ratumas Siti Aminah Ningrat dalam bukunya Perjuangan Rakyat Jambi Raden Mat Tahier (1817-1907) menuliskan namanya sebagai Raden Mat Tahier.
  • J. Tideman di dalam Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut Amsterdam, No. XLII, menuliskan nama Raden Mat Tahir sebagai Mattaher.
  • Elsbeth Locher-Scholten (1994) di dalam Sumatran Sultanate and Colonial State : Jambi and the Rise of Dutch Imperilasm1830-1907, menuliskan nama Raden Mattaher sebagai Mat Tahir.
  • Mukti Nasruuddin (1989) dalam bukunya Jambi Dalam Sejarah menuliskan nama Raden Mat Tahir sebagai Raden Mattahir.

Rumah Sakit Umum Raden Mattaher, menuliskan Raden Mat Tahir sebagai Raden Mattaher.

Raden Mattaher biasa dipanggil Mat Tahir, adalah anak dari Pangeran Kusin Bin Pangeran Adi, sedangkan Pangeran Adi adalah saudara kandung Sultan Thaha Syaifuddin. Dengan demikian, maka Sultan Thaha Syaifuddin adalah kakek bagi Raden Mat Tahir. Raden Mat Tahir dilahirkan di dusun Sekamis, Kasau Melintang Pauh, Air Hitam, Batin VI, tahun 1871. Ibunya adalah kelahiran di Mentawak Air Hitam Pauh, dahulunya adalah daerah tempat berkuasanya Temenggung Merah Mato. Ayahnya Pangeran Kusin wafat di Mekkah. Raden Mat Tahir gugur dalam pertempuran melawan Belanda di dusun Muaro Jambi, pada hari Jum’at, waktu subuh, tanggal 10 September 1907. Raden Mat Tahir dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Jambi di tepi Danau Sipin Jambi.

KELUARGA

Menurut Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi Raden Mat Tahir Panglima Sultan Thaha, mengatakan bahwa Raden Mat Tahir mempunyai beberapa orang istri antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Kawin dengan perempuan bernama Siti Esah (Aisah).
  2. Kawin dengan perempuan keturunan Ratumas Bilis Kumpeh yang berdiam di Merangin.
  3. Kawin dengan seorang perempuan dalam Sungai Sipintun.
Masih menurut Raden Syariefs, disebutkan pula bahwa Raden Mat Tahir mempunyai beberapa orang anak, antara lain sebagai berikut :
  1. Raden Buruk, tinggal di Rambutan Temasam.
  2. Raden Mataji atau Raden Hamzah tinggal di Jambi.
  3. Raden Sulen atau Raden Kusen tinggal di Bogor.
  4. Raden Zainal Abidin adalah suami Ratumas Kandi.
  5. Ratumas Lijah.
Menurut Osman Situmorang (1973) setelah Raden Mat Tahir meninggal dunia, dua orang putra Raden Mat Tahir dapat ditangkap Belanda sedang dalam asuhan (masih kecil) yakni Raden Hamzah dan Raden Sulen. Keduanya diserahkan Belanda kepada A. M.Hens, seorang Controleur Muara Tembesi. Tetapi karena controleur itu sedang cuti ke luar negeri, maka kedua anak itu diserahkan Belanda kepada Demang Ibrahim, yakni Demang Muara Tembesi untuk menjaga keselamatannya. Lalu kemudian Demang Ibrahim menyerahkan kedua anak Raden Mat Tahir kepada Residen O,L. Helffrich di Jambi. Oleh Residen O.L.Helffrich kedua anak itu bertempat tinggal di rumah residen, lalu oleh risiden disekolahkan di Olak Kemang dengan biaya ditanggung Belanda. Lalu kedua anak itu oleh Residen O.L.Helffrich dikirim ke Palembang untuk sekolah lebih tinggi. Kemudian pada tahun 1914 kedua anak Raden Mat Tahir itu di kirim oleh Pemerintah Belanda ke Batavia. Sedangkan tiga orang anak Raden Mat Tahir yang belum tertangkap Belanda, diungsikan oleh keluarganya di Malaya (Malaysia).

Raden Mat Tahir mempunyai saudara yang lebih dahulu mengungsi ke Batu Pahat Malaysia, antara lain sebagai berikut :
  1. Raden Hasan.
  2. Raden Kasyim.
  3. Raden Thaib.
  4. Ratumas Jaliah.
  5. Ratumas Fatimah.

KEPRIBADIAN

Raden Mat Tahir suka pencak silat, bermain biola, kecapi, dan suling. Pada waktu pasukannya bergerilya di dalam hutan, untuk pengisi penat, Raden Mata Tahir suka mengajak prajuritnya bernyanyi, ia sendiri senang mengesek biola, sambil menyanyi dengan “lagu Nasip”. Raden Mat Tahir juga suka memakan daging menjangan sebagai lauk di saat bergerilya dalam hutan.

Pada masa Sultan Thaha Syaifuddin masih berkedudukan dan memerintah di Istana di Kampung Gedang Tanah Pilih, Raden Ma Tahir adalah seorang pemuda beranjak dewasa, ia belum memikul suatu jabatan apapun di dalam kerajaan Jambi. Tapi ia telah memperlihatkan sebagai seorang kesatria, berani, cerdas, dan pandai mengatur strategi.

Pasukan Raden Mat Tahir adalah pasukan bergerak dan menyerang secara tiba-tiba (mobil). Oleh karena itu pasukan Raden Mat Tahir tidak menempati suatu tempat tetap. Raden Mattaher menamakan pasukannya sebagai Sabillillah. Sebelum pergi melakukan penyerangan atas pasukan Belanda, maka Raden Mat Tahir terlebih dahulu melakukan sholat (sembahyang) agar mendapat petunjuk dan ridho Allah.

BIVAK BELANDA

G.J.Velds dalam tulisannya “De Onderwerving van Djambi in 1901-1907, Batavia Departement van Oorlog” terjemahan oleh S.Hertini Adiwoso dan Budi Prihatnamenyebutkan ada beberapa Bivak/pos/kompi Belanda di Batang Tembesi, Batang Batanghari dan perbatasan Jambi Palembang ; bivak Belanda di Muara Tembesi, bivak Belanda di Muara Sekamis, bivak Belanda di Banyu Lincir (Bayung Lincir), bivak Belanda di Muara Tabir, bivak / benteng Belanda di Muara Tebo, bivak Belanda di Penahat Muara Merangin, bivak Belanda di Surulangun-Jambi, bivak Belanda di Surulangun-Rawas, bivak Belanda di Dusun Tiga, bivak Belanda di Lidung, bivak Belanda di Tanjung Gagak, bivak Belanda di Sungai Bengkal, bivak Belanda di Merlung, bivak Belanda di Taman Rajo.

PERJUANGAN

Raden Mat Tahir sejak usia remaja telah bergabung dengan panglima perang sebelumnya untuk menggempur Belanda. Perlu penelitian lebih seksama untuk menentukan route griliya pasukan Raden Mat Tahir.

Di awal tahun 1900 Raden Mat Tahir bersama Pangeran Maaji gelar Pangeran Karto di Tanjung Penyaringan melakukan penyerangan terhadap konfoi 8 jukung Belanda yang ditarik oleh kapal Musi. Kapal Musi dan jukung Belanda membawa senjata, perlengkapan perang, dan perbekalan, untuk dibawa dari Muara tembesi menuju Sarolangun. Persenjataan ini diperuntukkan Belanda untuk membantu militer Belanda yang sedang bertempur di benteng Tanjung Gagak. 

Pasukan Raden Mat Tahir dan Pangeran Karto serta Panglima Tudak Alam dari Mentawak menyerang iringan jukung dan kapal Musdi Belanda. Semua serdadu Belanda mati terbunuh dan semua senjata berhasil dirampas. Pengawai paksa dari Palembang dan Jawa menyerah diri dan meminta perlindungan pada pasukan Raden Mat Tahir. Setelah penyerangan terhadap Kapal Musi dan 8 jukung ini di Tanjung Penyaringan menyebabkan nama Raden Mat Tahir sangat terkenal di masyarakat dan tentara Belanda. 

Setelah itu berkembanglah berbagai cerita dan mitos kehebatan Raden Mat Tahir. Senjata rampasan itu sebagaian dikirimkan oleh Raden Mat Tahir ke Tanah garo, ke Merangin, Bangko Pintas, dan juga ke Tabir. Kabar keberhasilan Raden Mat Tahir ini sampai juga di telinga residen Belanda di Palembang, ia sangat murka dan marah.

Masih Dalam tahun 1901, pasukan Raden Mat Tahir melakukan penyerangan lagi terhadap pasukan Belanda di Sungai Bengkal. Disini Raden Mattaher banyak merampas senjata Belanda dan karaben. Dari Sungai Bengkal pasukan Raden Mat Tahir dibantu pasukan Raden Usman dan Puspo Ali terus begerak menyerang Belanda di Merlung. Dari Merlung pasukan Raden Mat Tahir terus bergerak ke Labuhan Dagang, Tungkal Ulu. Dari Tungkal Ulu pasukan Raden Mat Tahir bersama 40 orang pasukannya lewat Pematang Lumut bergerak menuju Sengeti, lalu menuju Pijoan. Di Pijoan bivak Belanda diserang, pasukan Raden Mat Tahir memperoleh banyak senjata kerabin. Oleh Raden Pamuk gelar Panglima Panjang Ambur senjata itu diangkut ke Jelatang. Lalu kegaduhan timbul dikalangan pasukan Belanda di Kota Jambi dan Muara Bulian.

Lalu Pasukan Raden Mat Tahir, Raden Pamuk dan Raden Perang gelar Panglima Tangguk Mato Alus pada pertengahan April 1901 bergerak/menyerang Pos Pasukan Belanda di Banyu Lincir (Bayung Lincir). Penyerangan terhadap Banyu Lincir merupakan gabungan pasukan Raden Mat Tahir, Raden Pamuk, dan pasukan Suku Anak Dalam dari Bahar, pimpinan Raden Perang. Kepala Bea Cukai dan pengawalnya mati terbunuh. Banyak senjata pendek Belanda dapat dirampas. Pada penyerangan itu uang sebesar 5.000 golden dan uang 30.000 ringgit cap tongkat di dalam brangkas milik perusahaan minyak berhasil dirampas pasukan Raden Mat Tahir. Pati kas baja berisi uang tersebut dibawa oleh Suku Anak dalam ke Bahar dan lalu dibongkar. Dalam penyerangan itu seorang pasukan Raden Mat Tahir tewas dan 3 orang luka-luka. Peranan Suku Anak Dalam pada penyerangan Banyu Lincir sangat besar jasanya.

Tahun 1902 Pasukan Raden Mat Tahir di Tanjung Gedang Sungai Alai melakukan penyerangan terhadap 30 buah perahu jukung berisi serdadu Belanda. Perahu jukung berhasil di tenggelamkan dan semua serdadu Belanda mati terbunuh. Setibanya pasukan Raden Mat Tahir di Sungai Alai, secara kebetulan perang sedang berlangsung dipimpin Panglima Maujud, Panglima Suto, Panglima Itam dari Tanah Sepenggal, Rio Air Gemuruh, Rio Gereman Tembago, dari Teluk Panjang, yang telah bertempur lebih dahulu melawan Belanda. Masyarakat di sekitarnya tidak berani mengambil air minum di sungai Batang Tebo karena banyaknya mayat pasukan Belanda yang terapung dan membusuk.

Setelah pertempuran di Sungai Alai, lalu pasukan Raden Mat Tahir terus bergerak menuju Jambi, khususnya akan menyerang Belanda di Muara Kumpeh. Parang Kumpeh adalah perang yang berkepanjangan dari tahun 1890-1906. Perang Kumpeh adalah perang yang panjang dan lama. Raden Mat Tahir terlibat secara langsung dalam perang Kumpeh tahun 1902 yakni menyerang Kapal Belanda di Sungai Kumpeh. Pasukan Raden Mat Tahir dibantu Raden Seman, Raden Pamuk, Raden Perang, kepala kampung yang masih hidup, dari Marosebo Ilir, dan dari Jambi Kecil. Kapal Belanda yang diserang itu adalah kapal perang yang baru datang dari Palembang. Konon kabarnya keberhasilan ini berkat bantuan jasa seorang jurus mesin kapal bernama Wancik yang merusak mesin kapal sehingga tidak mampu berjalan. Juru mesin ini adalah seorang keturunan Palembang yang bersimpati dengan perjuangan Jambi. Keberhasilan Raden Mat Tahir menyerang kapal perang Belanda ini, maka Raden Mat Tahir diberi gelaran sebagai Singo Kumpeh.

MENANGKAP HIDUP ATAU MATI

Menjelang akhir abad 19 Belanda menambah kekuatannya. Pasukan dari Palembang, Jawa dan Aceh mulai berdatangan ke Jambi, maka Sultan Thaha Syaifuddin menyusun strategi baru sebagai berukut :

  • Raden Mat Tahir ditetapkan sebagai panglima perang mencakup wilayah pertahanan Jambi Kecil, Muaro Jambi, Air Hitam Darat, Ulu Pijoan, Pematang Lumut, Bulian Dalam, Ulu Pauh, Payo Siamang, Jelatang dan Pijoan Dalam.
  • Bagian Batang Tembesi sampai Kerinci berada di bawah komando Pangeran Haji Umar Bin Yasir, gelar Pangeran Puspojoyo.
  • Bagian Batanghari dan Tebo langsung di bawah pimpinan Sultan Thaha Syaifuddin dan saudaranya Hamzah gelar Diponegara, yang terkenal sebagai pangeran Dipo.
  • Diawal abad 20 perjuangan rakyat Jambi melawan Belanda mengalami banyak tantangan, satu persatu pejuang Jambi gugur dan atau tertangkap lalu dibuang (internir) oleh Belanda.
  • Sultan Thaha Syaifuddin gugur di Betung Bedara pada tanggal 26 malam 27 April 1904.
  • Pangeran Ratu Kartaningrat tertangkap dan dibuang ke Parigi,Sulawesi Utara.
  • Tahun 1906 Depati Parbo di Kerinci tertangkap dan dibuang ke Ternate-Ambon.
  • Pangeran Haji Umar Puspowijoyo dan adiknya Pangeran Seman Jayanegara tewas di Pemunyian, Bungo, tahun 1906.
  • Tahun 1906 di Pemunyian tertangkap seorang pejuang perempuan bernamaRatumas Sina.
  • Raden Hamzah gugur tahun 1906 di Lubuk Mengkuang, dekat Pemunyian.
  • Tahun 1906 di kota Jambi yakni daerah Tehok, Raden Pamuk ditangkap Belanda.
Dalam suatu waktu Raden Mat Tahir pernah berkata dihadapan anggota pasukannya bahwa “Bapak aku Raden Kusin meninggal di Mekkah saat menunaikan rukun Islam yang lima. Tentulah itu adalah yang sebaik-baik mati, mati dalam menunaikan rukun Islam yang lima. Akan tetapi kalau aku mati syahid melawan Belanda untuk mempertahankan negeri dan menegakkan Agama Islam tentu bandingan harganya terlebih tinggi, sebab bukan untuk kepentingan diri sendiri, akan tetapi untuk kepentingan negeri dan menegakkan Agama Allah yang diridhoi oleh Tuhan kita, semoga aku mati syahid hendaknya, jangan mati sakit atau tertawan oleh Belanda kafir laknatullah itu”.

Di dalam buku Nederlandsch Militair Tijdschrift, Belanda mengakui kehebatan sepak terjang Raden Mat Tahir seperti yang dikutif oleh Mukti Nasruuddin (1989) dalam bukunya Jambi Dalam Sejarah menjelaskan bahwa “Mattahir onze onverzoenlijkste vijand en de meest gevreesde en actieve der Gouvernments tegenstanders”. Yang artinya diakui bahwa Pangeran Raden Mat Tahir adalah seorang yang keras kepala, tidak mudah ditaklukan dan seorang lawan yang gesit dan ditakuti.

Belanda melalui Residen di Palembang mengambil jalan memerintahkan pasukan marsose untuk menangkap Raden Mat Tahir hidup atau mati. Maka pengejaran terhadap Raden Mat Tahir mulai ditingkatkan. Meningkatnya aktifitas pasukan marsose Belanda dibantu dengan Kapten Melayu dalam mengejar Raden Mat Tahir, dirasakan pula oleh para pengikut Raden Mat Tahir di Muaro Jambi.

TEWAS DITEMBAK BELANDA

Pada penghujung 1907 ada upaya untuk mengungsikan Raden Mat Tahir ke Batu Pahat, Malaysia. Uang 500 ringgit sebagai bekal telah terkumpul, perahu layar dan pasukan pengantar sudah disiapkan. Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi Raden Mat Tahir Panglima Sultan Thaha, menuliskan kisah meninggalnya Raden Mat Tahir adalah sebagai berikut :

Pada awal September 1907 Raden Mat Tahir bersama pengikutnya berada di dusun Muaro Jambi.

Para pemuka dusun Muaro Jambi dan sekitarnya termasuk para pengikutnya dan keluarganya, melakukan/bermusyawarah dan meminta agar Raden Mat Tahir mengungsi ke Batu Pahat Malaya (Malaysia). Masyarakat telah menyiapkan perahu pengantar, uang 500 ringgit, beberapa pengawal. Di Batu Pahat telah mengungsi beberapa keluarga keturunan Sultan Thaha Syaifuddin dan saudara Raden Mat Tahir.

Jawaban Raden Mat Tahir dalam musyawarah tersebut antara lain disebutkan sebagai berikut :

“Kesediaan kamu itu terima kasih banyak, akan tetapi kalau aku pergi ke Malaya (Malaysia), tentu aku akan selamat, tetapi bagaimana kamu yang tinggal akan menjadi korban, kampung ini akan dibakar oleh Belanda dan kamu akan didenda pula dan akan dihukum badan oleh Belanda. Pengorbanan dan penderitaan yang dirasai oleh rakyat terlalu banyak sebab dek aku. Dimana aku berada tentu rakyat memberi makan dan memberi bantuan yang diperlukan, akan tetapi mereka yang berbuat baik mendapat kesengsaraan oleh Belanda, aku tidak sampai hati lagi, apalagi aku berada disini, sudah tentu mata-mata Kemas Kadir telah mengetahui hal ini. 

Mungkin di dalam tempo yang dekat ia telah telah datang kemari membawak Belanda untuk menangkap aku atau membunuh aku, aku tidak mau ditangkap, tetapi mati kena tembak oleh Belanda, jadi aku mati syahid namanya. Keduanya aku tidak mau disebut orang pelarian, untuk menyelamatkan diri sendiri, sedangkan kamu disini menderita karena Belanda. Lihat itu kampung Tachtul Yaman yang telah membantu aku, mereka sekampung didenda 15000 ringgit, sedangkan Kemas Temenggung Dja’far yang membantu alat senjata yang dibawak dari Malaya telah ditangkap dan ditahan, sekarang di Palembang, bagaimana jadinya beliau itu ?. Dan aku tidak mau disebut orang takut mati, itikad aku sudah tetap menunggu Belanda, tidak mau bersembunyi lagi”.

Pada hari Kemis besoknya, hari hujan pagi, disana sini kedengaran guruh bersahut-sahutan, orang dahulu mempunyai tachyul, itu tanda akan ada kesedihan yang akan menimpa. Pada malamnya dengan cara diam-diam banyak orang kampung yang datang menemui Raden Mat Tahir di rumah dimana beliau tinggal dengan mengantar makan-makanan.

Raden Mat Tahir berkata “kamu sekalian, ninik mamak, serta kawan-kawanku semuanya lekaslah kamu pulang ke rumah masing-masing, besok mungkin malam ini kita akan bercerai, adakah kamu mendengar bunyi gegap Keramat Talang Jawo (Jauh) sore tadi, telah aku dengar tiga kali dan ramo-ramo dari sana telah datang kemari hinggap di bahu aku, tanda aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Mendengar iu banyak orang yang terisak-isak menangis”.

Sesudah berbicara itu, sebelum tengah malam Raden Mat Tahir bersalin pakaian dari yang biasa kepada pakaian yang bagus, pinggangnya dibebatnya. Senapang mauscher yang terbaru yang diberikan oleh Kemas Temenggung Dja’far Tachtul Yaman pada tahun yang telah lalu diisinya, dan senapang itu digantungkannya, maka adiknya Raden Achmad duduklah di dekat senapang tersebut. Dan di pintu belakang di tunggu oleh penjaga orang dari Mentawak disebut Pak Gabuk. Di atas (di dalam) rumah hanya dia berdua beradik saja. Kira-kira jam 09.00 malam, Raden Mat Tahir membunyikan kecapi, dan setelah tengah malam, ia sembahyang di tengah sunyi senyap itu.

Lebih kurang pukul 03.00 malam Pak Gabuk menerima laporan dari temannya yang berjaga tidak jauh dari rumahnya, bahwa pasukan Belanda telah datang dari tiga penjuru, berarti tempat dimana Raden Mat Tahir telah terkepung rapat. Dan kawan-kawan pengikut Raden Mat Tahir yang tadinya disuruh pergi supaya hidup, akan tetapi kembali lagi ke tempat maut itu. Raden Mattaher menjawab baiklah, dan seraya katanya kalau kamu mau hidup menyingkirlah, dengan segera, dan kalau tidak maka kamu haruslah tetapkan imanmu, betul-betul mati karena Allah, kita datang dari padanya dan pulang pula kepadanya. 

Sakit kena pelor itu hanya sebentar saja, yang kita harapkan janji dari pada Allah syurga yang tidak ada tolak bandingnya. Ingatlah apa yang telah dipetuahkan oleh pemimpin kita Sultan Thaha, Belanda itu kafir musuh Islam, karena ia ingkar kepada Tuhan, mengapa kita takut kepadanya, ini hari mati lain hari mati juga. Jangan kita mati di atas kasur empuk, tidak akan meninggalkan nama yang baik dan agung, marilah kita mati bermandikan darah karena membela negeri kita melawan kafir laknatullah, inilah yang kita harapkan.

Kira-kira seperempat jam kemudian datanglah di rumah Raden Mat Tahir pasukan Marschouse Belanda dan terjadi dialog sambil memberikan ancaman “Belanda datang kemari ingin berunding, menyerahlah kau baik-baik, aku tanggung tidak kau diapa-apakan oleh Belanda, kalau kau menyerah dengan baik dan apa kehendak kau akan dikabulkan oleh Belanda, lihatlah segala orang yang melawan telah dibuang oleh Belanda ke Betawi. Dialog tidak berrlangsung lama dan tidak menghasilkan apa-apa, sehingga terjadilah tembak menembak di dalam rumah. Dalam pertempuran inilah Raden Mat Tahir tewas dan meninggal dunia. Meninggalnya Raden Mat Tahir di Muaro Jambi ditemui dalam beberapa sumber yang berbeda, antara lain adalah seabgai berikut :
  • G.J. Velds, dalam De Onderwerping van Djambi in 1901-1907, terjemahanS.Hertini Adiwoso dan Budi Prihatna, Raden Mat Tahir tewas 30 September 2007 bersama saudaranya dan lima pengikutnya di Muaro Jambi oleh patroli marsose pimpinan Letnan Geldorp.
  • Raden Syariefs (1969), Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi, Raden Mat Tahir tewas malam Jum’at bulan September 1907 di Muaro Jambi.
  • Osman Situmorang (1973) dalam Skripsinya Raden Mattahir Pahlawan Jambi, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Jambi, Raden Mat Tahir tewas bulan September 1907 di Muaro Jambi.
  • Ratumas Siti Aminah Ningrat dalam bukunya Perjuangan Rakyat Jambi Raden Mat Tahier (1817-1907), Raden Mat Tahir tewas 7 September 1907di Muaro Jambi.
  • J. Tideman di dalam Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut Amsterdam, No. XLII, Raden Mat Tahir tewas bulan September 1907 di Muaro Jambi.
  • Mukti Nasruuddin (1989) dalam Jambi Dalam Sejarah, Raden Mat Tahir tewas 7 September 1907 di Muaro Jambi.
  • Fachrul Rozi, di dalam Mengunjungi Makam Pejuang Jambi Raden Mattahir, Pos Metro, Sabtu, 26 Desember 2009, Raden Mat Tahir tewas 10 September 1907.
Dalam tembak menembak di Muaro Jambi itu dipihak pasukan Jambi pimpinan Raden Mat Tahir telah tewas 6 orang, tiga diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Raden Mattaher, gugur ditembak Belanda

2) Raden Achmad (gelar Raden Pamuk Kecik), adik Raden Mattaher, gugur ditembak Belanda.

3) Pengawal bernama Pak Gabuk, gugur ditembak Belanda.

Setelah Raden Mat Tahir gugur di Muaro Jambi, maka pasukan Belanda mengangkut mayat Raden Mat Tahir serta mayat lainnya ke kota Jambi dengan kapal Robert, dan diikuti oleh 2 kapal Belanda lainnya. Kapal Robert ini dikenal oleh masyarakat Muaro Jambi sebagai kapal Ubar. Di Kota Jambi mayat Raden Mat Tahir dipertontonkan pada khalayak ramai. Atas permintaan para pemuka agama, maka Raden Mat Tahir dimakamkan secara Islam di pemakaman Raja-Raja Jambi di pinggiran Danau Sipin.
Share this post :

+ comments + 1 comments

25 December 2015 at 05:35

Photo Kolonel Aboendjani

Post a Comment

 
Support : Creating Blog | SEPRIANO | PARIWISATA JAMBI
Copyright © 2016. PARIWISATA JAMBI - All Rights Reserved
Template Created by Blogger Published by Blogger
Proudly powered by Blogger